DASAR – DASAR PENYELENGGARAAN
REKAM MEDIS
A. Sejarah rekam medis.
Rekam medis sebagai catatan dan ingatan tentang praktek kedokteran telah dikenal orang sejak zaman palaelolitikum ± 25.000 sebelum Masehi yang ditemukan di gua batu di Spanyol. Di Zaman Babylon, pengobat di Mesir, Yunani dan Roma menulis pengobatan dan pembedahan yang penting pada dinding-dinding gua, batang kayu dan bagan tabel yang dibuat dari tanah liat yang dibakar. Selanjutnya dengan berkembangnya hieroglyph (tulisan Mesir kuno) ditemukan catatan pengobatan pada dinding makam dan candi Mesir serta di atas papyrus (semacam gulungan kertas yang terbuat dari kulit). Salinan papyrus yang ditulis pada tahun 1600 SM yang ditemukan oleh Edwin Smith pada abad ke 19 di Mesir masih tersimpan di New York Academy of Medicine. Sedangkan di University of Leipzig menyiimpan papyrus Ebers yang ditulis pada ± 1550 SM yang ditemukan diantara kaki mumi di dekat Thebes pada tahun 1872.
Hippocrates yang lahir pada tahun 450 SM dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran” memerintahkan kepada murid-muridnya Thesalu, Dracon dan Dexippus untuk mencatat dan memelihara semua penemuannya tentang panyakit pasien-pasiennya secara rinci. Francis Adams pada tahun 1849 menerjemahkan catatan yang ditulis oleh Hippocrates, salah satunya adalah riwayat dan perjalanan penyakit isteri Philinus setelah melahirkan sampai meninggal. Di Roma, 600 tahun sesudah Hippocrates, seorang dokter bernama Galen mencatat riwayat dan perjalanan penyakit pasien yang ditulis dalam bahasa latin. Selanjutnya oleh Ibnu Sina (980-1037), mengembangkan ilmu kedokteran tersebut berdasarkan catatan – catatan jamannya Hipocrates.
Rumah sakit St Bartholomew London, Inggris, merupakan rumah sakit yang menyimpan rekam medis sejak dibuka pada tahun 1137. Pada saat Raja Henry ke 8 (1509 – 1547) berkuasa, rumah sakit tersebut membuat peraturan tentang menjaga kerahasiaan dan kelengkapan isi rekam medis. Pada jaman ini perkembangan ilmu kedokteran semakin pesat seiring dengan itu diikuti pula pencatatan ke dalam rekam medis yang digunakan untuk pengelolaan pasien dan perkembangan ilmu. Inilah rumah sakit pertama yang mempunyai perpustakaan kedokteran yang kini catatan medis tersebut dapat disamakan dengan rekam medis.
Selanjutnya dengan mulai dikenalnya ilmu statistik pada abad 17 – 18 peranan data rekam medis menjadi sangat penting untuk menghitung angka kesakitan dan kamatian di rumah sakit tertentu atau pada wilayah tertentu. Di Amerika, Rumah Sakit Penzylvania yang didirikan pada tahun 1752 menyimpan indeks pasien yang disimpan sampai sekarang. Sedangkan Rumah Sakit Massachusete, Boston, oleh pustakwan Grace Whiting Meyers (1859 – 1957) mulai membuatkan katalog catatan – catatan rekam medis pasien dan mengenalkan terminologi medis (istilah – istilah kedoteran).
Kebutuhan tentang perlunya rekam medis di seluruh dunia pada awal abad 20 semakin berkembang dengan adanya akreditasi pelayanan kesehatan yang mendorong didirikannya asosiasi – asosiasi perekam medis di setiap negara. Akreditasi pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan bukti – bukti tertulis proses pelayanan kesehatan dan administrai untuk dinilai. Pencatatan data ke dalam rekam medis dan pengelolaanya diperlukan ilmu dan keahlian. Oleh karena itu para perekam medis mendirikan asosiasi – asosiasi (perhimpunan) perekam medis disetiap negara di dunia ini. Misalnya di Amerika didirikan AHIMA (American Health Information Management Association) dan perhimpunan di dunia menyatu dalam IFHRO (International Health Record Organization), sedangkan di Indonesia bernama PORMIKI (Perhimpunan Organisasi Profesional Perekam Medis dan Informatika Kesehatan Indonesia).
Keputusan – keputusan pelayanan medis/klinis dan manajemen pelayanan kesehatan yang didasarkan pada data dan informasi yang akurat (evidence base) diperoleh karena adanya pencatatan data rekam medis. Selanjutnya pada tahun 1902 dalam pertemuan Asosiasi Rumah Sakit Amerika mengemukakan pentingnya kelengkapan pencatatan data perawatan pasien ke dalam rekam medis sebagai tanggung jawab dokter. Sejalan dengan perkembangan akreditasi rumah sakit di Amerika, maka standarisasi rekam medis mulai dibuat.
Pada tahun 1935, rumah sakit St. Mary di Duluth Minnesota berafilisai dengan College of Sta Schotlastica membuka pendidikan Medical Record Librarians yang pertama. Berkembangan berikutnya, pendidikan khusus tentang rekam medis diselenggarakan di beberapa tempat yaitu :
1. RSU Massachuchetts, Boston, dengan instruktur Genevive Chase.
2. RSU Rochester, New York, dengan instruktur Je Harned Bufkin.
3. RS St Mary’s Duluth, Minnesota, dengan instruktur Suster M Patricia, OSB.
4. RS St Joseph, Chicago, dengan instruktur Edna K Huffman.
Kemudian diikuti dengan pembukaan pendidikan Medical Record Technician pada tahun 1953 di Amerika oleh America Assosiation of Record Librarians dengan memperoleh grant dari WK Kellog Foundation.
Dari fakta di atas menunjukkan bahwa sejarah perkembangan rekam medis selalu mengiringi perkembangan ilmu kedokteran. Hal ini menunjukkan pula bahwa kepentingan rekam medis pada mulanya untuk membantu mengingat para dokter dalam pelayanannya kepada pasien. Dengan demikian kegiatan utamanya adalah catat-mencatat dan mendokumentasikannya. Kemudian sejak zamannya Hipocrates pencatatan pelayanan medis ke dalam rekam medis mulai diwajibkan untuk keperluan studi para muridnya dalam mempelajari ilmu kedokteran. Cara seperti ini dipertahankan sampai saat ini sehingga rekam medis menjadi salah satu pilar berkembangnya ilmu kedokteran. Pada zamannya Hipocrates itulah rekam medis sudah mulai digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan mungkin sudah digunakan untuk penelitian. Namun bila kedudukan rekam medis bila disandingkan dengan ilmu kedokteran, rekam medis ditempatkan pada posisi penunjang dalam pelayanan kepada pasien yaitu urusan catat-mencatat, simpan menyimpan dan pengambilan kembali guna keperluan dokter dalam palayanan kepada pasien.
Ilmu kedoteran mulai berkembang sejak zamannya Hipocrates, sedangkan rekam medis baru berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan tersendiri sejak didirikannya pendidikan rekam medis tahun 1935. Perkembangan itu tidak terlepas dengan perkembangan Records Management di Amerika yaitu ilmu dan profesi dalam penyelenggaraan pengelolaan dokumen pada pemerintahan dan organisasi modern. Sistem penyimpanan, retensi dan pemusnahan dokumen diatur dengan berbagai peraturan perundangan. Secara ringkas perkembangan tersebut berikut ini :
1. Th. 1934 Disusun UU Kearsipan Nasional US, yang mengatur tata kearsipan dokumen – dokumen penting di pemerintahan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah dan swasta.
2. Th. 1943 UU tentang pemusnahan dokumen, dengan semakin banyaknya dom yang disimpan, selanjutnya diijinkan menggunakan rencana pemusnahan dokumen yang dikembangkan oleh Kearsipan Nasional.
3. Th. 1948 Komisi Hoover pertama kali membentuk task force untuk belajar tentang persoalan-persoalan managemen dokumen (records management) di pemerintah federal.
4. Th 1950 UU tentang dokumen federal dibuat untuk mengatur managemen dokumen yang dikepalai oleh perwakilan federal untuk penyusunan dan pengelolaan program managemen dokumen secara efektifTh 1952 Sembilan pusat dokumen federal melaporkan bahwa 95 % dari dokumen-dokumen mereka telah tersusun daftar-daftar dokumen non aktif yang tetap menjadi hak milik organisasi federal.
5. Th 1954 Komisi Hoover untuk kedua kalinya menysusun task force untuk pengelolaan kertas kerja.
6. Th 1955 diterbitkan Buku Panduan yang pertama tentang syarat-syarat penyimpanan dokumen.
Masih dalam perkembangan Records Management seiring dengan perkembangan rekam medis, ada tiga peristiwa penting yang mempengarhui perkembangan rekam medis yaitu :
1. Pada tahun 1930, George Mc Carthy, seorang juru tulis sebuah bank di New York, memperkenalkan ide tentang pengecekan foto langganan sebelum dikembalikan kepada pelanggan dengan menggunakan micrografis. Ide ini kemudian dikembangkan oleh Eastman Kodak yang kita kenal sekarang yatiu mikrofilm. Teknologi ini digunakan pula dalam rekam medis untuk menyimpan dokumen/formulir yang harus disimpan secara abadi.
2. Dr. Nathaniel S. Rosenau seorang sekretaris pada sebuah organisasi sosial di Buffalo, New York, orang pertama yang memperkenalkan kartu-kartu index untuk memudahkan pengelolaan dokumen, dan
3. Vannervar Bush, pertama kali mengusulkan menggunakan komputer digital untuk sistem informasi pada tahun 1945 di Amerika Serikat. Pada tahun 1960 dilakukan penyempurnaan dalam komputerisasi sebagai metode pengontrolan dokumen dan pemakaian micrografis.
B. Pengertian
Rekam medis dalam KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia) berarti hasil perekaman yang berupa keterangan mengenai hasil pengobatan pasien; sedangkan rekam kesehatan yaitu hasil perekaman yang berupa keterangan mengenai kesehatan pasien. Dalam Permenkes 749a tahun 1989 tentang Rekam Medis disebutkan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Dijelaskan lebih lanjut dalam Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik No. 78 tahun 1991 tentang Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah sakit, bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang pasien selama dirawat di rumah sakit yang dilakukan di unit-unit rawat jalan termasuk unit gawat darurat dan unit rawat inap.
Sedangkan menurut Huffman EK, 1992 rekam medis adalah : rekaman atau catatan mengenai siapa, apa. mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang cukup untuk menemukenali (mengidentifikasi) pasien, membenarkan diagnosis & pengobatan serta merekam hasilnya. Pengertian yang terkandung dalam definsi tersebut, dikatatan rekam medis bila :
Berisi keterangan dan catatan serta rekaman tentang pasien secara lengkap meliputi identitas pribadi, identitas sosial dan semua keterangan lainnya yang menjelaskan tentang pasien tersebut.
Catatan yaitu hasil tulisan tentang sesuatu untuk diingat yang dilakukan pada media pencatatan yaitu formulir. Rekaman yaitu segala sesuatu yang direkam (cetakan, gambar, foto, suara) untuk dapat di baca, dilihat, didengar kembali dalam suatu media rekaman.
Isi keterangan dan catatan tersebut meliputi :
1. identitas siapa yang melayani dan siapa yang dilayani,
2. pelayanan apa saja yang dilakukan atau diberikan kepada pasien,
3. alasan mengapa pelayanan tersebut diberikan atau sering disebut dengan indikasi medis,
4. bilamana pelayanan tersebut diberikan yang menunjukkan waktu (tanggal, jam dan menit),
5. bagaimana proses pelayanan tersebut diberikan kepada pasien.
Selama masa perawatan, mengandung pengertian bahwa data dan informasi rekam medis pasien tertentu harus dapat dibaca oleh yang berhak dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain (sebagai alat komunikasi yang berkesinambungan).
Memuat informasi yang cukup untuk menemukenali (mengidentifikasi) pasien, berarti informasi yang terkandung dalam rekam medis harus dapat ditemukan kembali ketika pasien tersebut datang untuk berobat pada kunjungan – kunjungan berikutnya.
Membenarkan diagnosis dan pengobatan, berarti data dan informasi dalam rekam medis dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil pelayanan klinis guna memperoleh kebenaran ilmiah dan hukum.
Merekam hasilnya, berarti rekam medis harus dapat didokumentasikan sedemikian rupa sehingga hasil rekamannya dapat digunakan untuk berbagai keperluan pelayanan dan pengelolaan pasien.
Identitias pasien meliputi identitas pribadi dan identitas sosial pasien. Identitas pribadi yaitu identitas yang melekat pada pribadi pasien (termasuk ciri-cirinya) misalnya Nama, Tanggal Lahir/Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Status Perkawinan dan lain-lain termasuk Nomor Rekam Medis yang diberikan kepadanya dan nama orang tua. Sedangkan identitas sosial meliputi identitas yang menjelaskan tentang sosial, ekonomi dan budaya pasien misalnya, agama, pendidikan, pekerjaan, identitas orang tua, identitas penanggung jawab pembayaran dll.
Anamnesa yaitu suatu kegiatan wawancara antara pasien dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien. Anamnesa dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (a) auto-anamnesa dan (b) allo-anamnesa. Auto-anamnesa yaitu anamnesa yang dilakukan langsung kepada pasien karena pasien kuasa atau mampu melakukan tanya-jawab. Allo-anamnesa yaitu anamnesa yang dilakukan secara tak langsung karena pasien tak kuasa atau mampu melakukan tanya-jawab. Ketidak kuasaan tersebut karena (a) belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan pendapat terhadap apa yang dirasakan), (b) dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu, (c) tidak dapat berkomunikasi dan (d) dalam keadaan gangguan jiwa.
Pemeriksaan fisik meliputi (a) inspeksi, (b) palpasi, (c) perkusi dan (d) auskultasi. Pemeriksaan inspeksi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat secara rinci dan sistemaris keadaan tubuh pasien. Palpasi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara meraba terhadap keadaan tubuh yang terlihat tidak normal. Perkusi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk guna memperoleh suara resonansi hasil ketukan tersebut terhadap rongga tubuh yang perlu diketahui keadaannya. Sedangkan auskultasi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara –suara dalam rongga tubuh dengan menggunakan alat yang dinamakan stetoskop.
Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi medis tertentu guna memperoleh keterangan – keterangan yang lebih lengkap. Tujuan pemeriksaan ini dapat bertujuan (a) terapeutik yaitu untuk pengobatan tertentu atau (b) diagnostik yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis tertentu.
Diagnosis yaitu penetapan jenis penyakit tertentu berdasarkan analisis hasil anamnesa dan pemeriksaan yang teliti. Penetapan ini penting sekali artinya untuk menentukan pengobatan atau tindakan berikutnya. Diagnosis ditinjau dari prosesnya, diawali dengan (a) diagnosis awal atau diagnosis kerja yaitu penetapan diagnosis awal yang belum diikuti dengan pemeriksaan yang lebih mendalam; (b) diagnosis banding (deferensial diagnosis) yaitu sejumlah diagnosis (lebih dari 1) yang ditetapkan karena adanya kemungkinan-kemungkinan tertentu guna pertimbangan medis untuk ditetapkan diagnosisnya lebih lanjut; (c) diagnosis akhir yaitu diagnosis yang menjadi sebab mengapa pasien dirawat dan didasarkan pada hasil-hasil pemeriksaan yang lebih mendalam. Ditinjau dari keadaaan penyakitnya diagnosis dapat dijumpai (a) diagnosis utama yaitu jenis penyakit utama yang diderita pasien setelah dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam, (b) diagnosis komplikasi yaitu penyakit komplikasi karena berasal dari penyakit utamanya, (c) diagnosis kedua, ketiga dan seterusnya atau diagnosis co-morbid, yaitu penyakit penyerta diagnosis utama yang bukan berasal dari penyakit utamanya atau sudah ada sebelum diagnosis utama ditemukan.
Prognosis yaitu ramalan medis dari hasil pemeriksaan dan diagnosis berdasarkan teori-teori atau hasil penelitian pada penyakit yang bersangkutan. Kemungkinannya yaitu (a) cenderung baik (dubia ad bonam), (b) cenderung memburuk (dubia ad malam).
Terapi yaitu pengobatan yang diberikan kepada pasien atas dasar indikasi medis atau diagnosis yang ditemukan dokter. Terapi dapat berupa (a) terapi medikamentosa yaitu pengobatan yang diberikan dalam bentuk obat/bahan kimia, (b) terapi suportif yaitu pengobatan yang diberikan dalam bentuk dukungan moral untuk proses penyembuhan pasien dan (c) terapi invasif yaitu pengobatan dengan melakukan tindakan yang menyebabkan disintegrasi (tidak utuhnya) jaringan atau organ.
Tindakan medis yaitu suatu intervensi medis yang dilakukan pada sesorang pasien berdasar atas indikasi medis tertentu yang dapat mengakibatkan integritas jaringan atau organ terganggu. Tindakan tersebut dapat berupa (a) tindakan terapetik yang bertujuan untuk pengobatan dan (b) tindakan diagnostik yang bertujuan untuk menegakkan atau menetapkan diagnosis. Tindakan medis hanya dapat dilakukan apabila telah dilakukan informed consent yaitu persetujuan atau penolakan pasien yang bersangkutan terhadap tindakan medis yang akan diterimanya setelah memperoleh informasi lengkap tentang tindakan tersebut.
Selain kelengkapan isi dokumen, rekam medis harus mengandung cerita atau proses dilakukannya pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoris, penegakan diagnosis, pengobatan dan tindakan serta prognosis penyakit pasien yang dilayani. Dapat dimengerti bahwa pengisian DRM dilakukan oleh oleh beberapa orang yang bekerja di beberapa unit untuk tujuan yang sama yaitu mengeliminasi (mengurangi) penyakit yang diderita pasien, mengeliminasi kemungkinan terjadinya kecacatan dan kematian, serta mengeliminasi ketidaknyamanan dan ketidakpuasan dalam pelayanan maupun hasil pelayanan. Dengan demikian rekam medis yang berisi catatan dan keterangan pasien dapat terisi dengan lengkap dan terselenggara dengan baik sehingga menghasilkan informasi yang akurat, tepat waktu dan dipercaya apabila pengelolaannya dengan pendekatan sistem yaitu memahami struktur sistem dan proses sistem rekam medis.
C. Dasar penyelenggaraan di Indonesia.
1. Landasan hukum yang mendasari penyelenggaraan rekam medis di Indonesia.
Landasan hukum yang mendasari penyelenggaraan rekam medis di Indonesia yaitu :
1. UU KESEHATAN No. 23 tahun 1992 pada pasal 53, disebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya, untuk itu maka setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Yang dimaksud standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik (ayat: 2). Standar profesi ini dibuat oleh organisasi profesi dan disyahkan oleh pemerintah. Sedangkan tenaga kesehatan yaitu tenaga yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat. Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain ialah hak terhadap informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion).
2. Keputusan Menteri Kesehatan no. 034/Birhup/1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit disebutkan bahwa guna menunjang terselenggaranya Rencana Induk yang baik, maka setiap rumah sakit diwajibkan : (a) mempunyai dan merawat statistik yang up-to-date (terkini) dan (b) membina medical record yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
3. Permenkes No 749a tahun1989 tentang Rekam Medis/Medical Records. Dalam peraturan tersebut telah ditetapkan pasal demi pasal yang mengatur penyelenggaraan rekam medis (baca lampiran).
4. Surat Keputusan Dirrektorat Jendral Pelayanan Medik No. 78 tahun 1991 tentang penyelenggaraan rekam medik. Surat keputusan ini menjelaskan rincian penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit (baca lampiran).
5. PP No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran. Peraturan Pemerintah ini mengatur kewajiban menyimpan kerahasiaan ini rekam medis (baca lampiran).
6. Permenkes No 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik. Peraturan ini mengatur keharusan meminta persetujuan pasien terhadap tindakan medis yang akan diterimanya dengan memberi penjelasan secara lengkap terhadap akibat dan risiko yang ditimbulkannnya (baca lampiran).
7. SE Dirrektorat Jendral Pelayanan Medik No: HK.00.06.1.5.01160 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Formulir Rekam Medis Dasar dan Pemusnahan Arsip Rekam Medis. Surat edaran ini mengatur tata cara pengabadian dan pemusnahan rekam medis (baca lampiran).
2. Kewajiban membuat rekam medis.
Kewajiban tenaga kesehatan terhadap pembuatan rekam medis lebih lanjut dirinci dalam Peraturan Pemerintah No. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan yaitu bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesi berkewajiban untuk : (a) menghormati hak pasien, (b) menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien, (c) memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan, (d) meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan, dan (e) membuat dan memelihara rekam medis. Tenaga yang berhak dan berkewajiban membuat rekam medis di rumah sakit yaitu:
8. Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang bekerja di rumah sakit atau Puskesmas tersebut.
9. Dokter tamu pada rumah sakit atau Puskesmas tersebut.
10. Residens (mahasiswa kedokteran, peserta program pendidikan dokter spesialis) yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik.
11. Tenaga paramedis perawatan dan paramedis non keperawatan yang langsung terlibat di dalam pelayanan-pelayanan kepada pasien di rumah sakit meliputi antara lain: perawat, perawat gigi, bidan, tenaga laboratorium klinik, gizi, anastesia, penata rontgen, rehabilitasi medik dan sebagainya.
12. Dalam hal dokter luar negeri yang melakukan alih teknologi kedokteran dalam bentuk tindakan atau konsultasi kepada pasien, yang membuat rekam medis adalah dokter yang ditunjuk oleh Direktur Rumah Sakit.
Tanggung jawab perekam medis dalam penyelenggaraan rekam medis meliputi :
a. Pencatatan identitas pasien ke dalam form Kartu Identitas Berobat (KIB), Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP) dan formulir rekam medis;
b. Pencatatan register pendaftaran yaitu catatan tentang pendaftaran pasien baru dan lama yang datang berobat di tempat pendaftaran rawat jalan (TPPRJ) dan tempat pendaftaran rawat inap.
c. Pencatatan register pelayanan yaitu catatan tentang pendafatan pasien yang melakukan pelayanan di setiap unit pelayanan (unit rawat jalan, unit gawat darurat, unit rawat inap dan pemeriksaan penunjang);
d. Penyediaan dokumen rekam medis (DRM) baru atau lama utk keperluan pelayanan pasien, penilitian dan lain lain;
e. Evaluasi konsistensi dan penelitian kelengkapan isi DRM;
f. Pemberian kode penyakit, operasi dan kematian yaitu memberian kode penyakit, operasi dan kematian berdasarkan International Classification of Desease and Health Problem revisi 10 (ICD – 10) dan ICOPIM;
g. Pengindeksan penyakit, operasi, kematian dan dokter yaitu suatu indeks dalam bentuk daftar penyakit, operasi, kematian dan dokter yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menemukan kembali informasi penyakit, operasi, kematian dan dokter;
h. Penyimpanan, perlindungan dan penjagaaan atas kerahasiaan isi DRM;
i. Meretensi, mengabadikan dan memusnahkan DRM;
j. Pembuatan abstrak rekam medis;
k. Pembuatan laporan/informasi data rekam medis dan statistik rumah sakit;
l. Analisis dan pelaporan data rekam medis;
m. Analisis kuantitatif, kualitatif dan statistik.
Menurut Permenkes no. 749a tahun 1989 tentang Rekam Medis/Medical Records, disebutkan bahwa :
Pasal 2: Setiap sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan maupun rawat nginap wajib membuat rekam medis. Sarana pelayanan kesehatan yang dimaksud disini adalah organisasi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien secara langsung atau individual (aspek pelayanan klinis), yaitu rumah-sakit umum, rumah-sakit khusus, rumah-sakit ibu dan anak rumah-sakit bersalin, rumah bersalin, Puskesmas, Balai Pengobatan, Balai Kesehatan Ibu dan Anak.
Pasal 3: Rekam medis sebagaimana dimaksud pasal 2 dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang memberi pelayanan langsung kepada pasien. Tenaga kesehatan yang dimaksud disini adalah tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan kewenangan melayani pasien secara langsung. Kemampuan ditunjukkan dengan adanya pengakuan akademik, sedangkan kewenangan ditunjukkan olah adanya surat penugasan, surat keputusan dari pejabat yang berwenang.
Pasal 4: Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima pelayanan (lihat isi rekam medis).
Pasal 5: Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama dan tandatangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Hal ini dimaksudkan untuk pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang bersangkutan, sehingga bila akan dilakukan evaluasi pelayanan tampak jelas siapa yang bertanggungjawab.
Pasal 6: Pembetulan kesalahan catatan dilakukan pada tulisan yang salah dan diberi paraf oleh petugas yang bersangkutan. Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.
Pasal 7: Lama penyimpanan rekam medis sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat. Lama penyimpanan rekam medis yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat khusus dapat ditetapkan tersendiri.
Pasal 8: Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pasal 7 dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan.
Pasal 9: Rekam medis harus disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
3. Penyimpanan rekam medis :
Penyimpanan rekam medis dilakukan dengan cara sentralisasi dan desentralisasi. Yang dimaksud sentralisasi adalah penyimpanan rekam medis dipusatkan di satu folder/unit rekam medis/medical record. Yang dimaksud desentralisasi adalah penyimpanan rekam medis di masing-masing unit pelayanan. Rumah sakit yang belum mampu melakukan penyimpanan rekam medis dengan sistem sentralisasi, dapat menggunakan sistem desentralisasi.
a. Rekam medis rumah sakit disimpan sekurang-kurangnya 5 Tahun, dihitung dari tanggal terakhir berobat.
b. Dalam hal rekam medis yang berkaitan dengan kasus-kasus tertentu dapat disimpan lebih dari 5 Tahun.
c. Penyimpanan rekam medis dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan teknologi penyimpanan, antara lain dengan mikrofilm.
4. Tata cara memusnahkan rekam medis :
a. Rekam medis yang sudah memenuhi syarat untuk dimusnahkan dilaporkan kepada Direktur Rumah Sakit.
b. Direktur rumah sakit membuat surat keputusan tentang pemusnahan rekam medis dan menunjuk Tim Pemusnah Rekam Medis.
c. Tim Pemusnah Rekam Medis melaksanakan pemusnahan dan membuat Berita Acara Pemusnahan yang disyahkan Direktur Rumah Sakit.
d. Berita Acara dikirim kepada Pemilik Rumah Sakit dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik.
5. Kepemilikan dan pemanfaatan.
Menurut Permenkes no. 749a tahun 1989 tentang Rekam Medis/Medical Records, kepimilikan dan pemanfaatan rekam medis, disebutkan bahwa :
Pasal 10: Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan. Isi rekam medis milik pasien.
Pasal 11: Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya.
Pasal 12: Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi rekam medis tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13: Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas: hilangnya, rusaknya, atau pemalsuan rekam medis dan penggunaan oleh orang/badan yang tidak berhak.
Pasal 14: Rekam medis dapat dipakai sebagai: (a) dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien, (b) bahan pembuktian dalam perkara hukum, (c) bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan, (d) dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan, (e) bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Berkas rekam medis adalah milik rumah sakit, artinya Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas : hilangnya, rusaknya atau pemalsuan rekam medis; penggunaan oleh Badan/orang yang tidak berhak. Isi rekam medis adalah milik pasien yang wajib dijaga kerahasiaannya. Untuk melindungi kerahasiaan tersebut dibuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Hanya petugas rekam medis yang diizinkan masuk ruang penyimpanan berkas rekam medis.
b. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi rekam medis untuk badan-badan atau perorangan, kecuali yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Selama penderita dirawat, rekam medis menjadi tanggung jawab perawat ruangan dan menjaga kerahasiaannya.
6. Peminjaman rekam medis :
Peminjaman rekam medis untuk keperluan pembuatan makalah, riset, dan lain-lain oleh seorang dokter/tenaga kesehatan lainnya sebaiknya dikerjakan di kantor rekam medis.
Mahasiswa kedokteran dapat meminjam rekam medis jika dapat menunjukkan surat pengantar dari dokter ruangan.
Dalam hal pasien mendapat perawatan lanjutan di rumah sakit/institusi lain, berkas rekam medis tidak boleh dikirimkan, akan tetapi cukup diberikan resume akhir pelayanan.
7. Rekam medis dapat dipakai sebagai :
a. Sumber informasi medis dari pasien yang berobat ke rumah sakit yang berguna untuk keperluan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan pasien.
b. Alat komunikasi antara dokter dengan dokter lainnya, antara dokter dengan paramedis dalam usaha memberikan pelayanan, pengobatan dan perawatan.
c. Bukti tertulis (documentary evidence) tentang pelayanan yang telah diberikan oleh rumah sakit dan keperluan lain.
d. Alat untuk analisa dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
e. Alat untuk melindungi kepentingan hukum bagi pasien, dokter tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit.
f. Untuk penelitian dan pendidikan.
g. Untuk perencanaan dan pemanfaatan sumber daya.
h. Untuk keperluan lain yang ada kaitannya dengan rekam medis.
8. Isi rekam medis.
Menurut Permenkes no. 749a tahun 1989 tentang Rekam Medis/Medical Records, isi rekam medis adalah milik pasien.
Pasal 15: Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan dapat dibuat sekurang-kurangnya memuat : identitas, anamnese, diagnosis, dan tindakan/pengobatan.
Pasal 16: Isi rekam medis untuk pasien rawat nginap sekurang-kurangnya memuat : (a) identitas pasien, (b) anamnesa, (c) riwayat penyakit, (d) hasil pemeriksaan laboratorik, (e) diagnosis, (f) persetujuan tindakan medik, (g) tindakan/pengobatan, (h) cacatan perawat, (i) catatan observasi klinis dan hasil pengobatan dan (j) resume akhir dan evaluasi pengobatan.
9. Ketentuan tentang kelengkapan isi rekam medis yaitu :
a). Ketentuan umum
1. Setiap tindakan atau konsultasi yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya dalam waktu 2x24 jam harus ditulis dalam lembaran (formulir) rekam medis.
2. Semua pencatatan harus ditandatangani oleh dokter/tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya dan ditulis nama terangnya serta diberi tanggal.
3. Pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa kedokteran dan mahasiswa lainnya ditandatangani dan menjadi tanggung jawab dokter yang merawat atau oleh dokter yang membimbingnya.
4. Pencatatan yang dibuat oleh residens harus diketahui oleh dokter pembimbingnya.
5. Dokter yang merawat dapat memperbaiki kesalahan penulisan dan melakukannya pada saat itu juga serta dibubuhi paraf.
6. Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.
b). Kelengkapan isi rekam medis.
Dokumen rekam medis pasien rawat jalan, rawat inap dan pasien gawat darurat, minimal memuat informasi pasien tentang :
a. Identitas pasien.
b. Anamnesis : yang berisi keluhan utama, riwayat sekarang, riwayat penyakit yang pernah diderita dan riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan/ kontak.
c. Pemeriksaan yang meliputi pemeriksakaan fisik, laboratorium dan khusus lainnya.
d. Diagnosis yang meliputi diagnosis awal/masuk/kerja, diferensial diagnosis, diagnosis utama, diagnosis komplikasi dan diagnosis lainnya.
e. Pengobatan/tindakan.
f. Persetujuan tindakan/pengobatan.
g. Catatan konsultasi.
h. Catatan perawat dan tenaga kesehatan lain.
i. Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan.
j. Resume akhir dan evaluasi pengobatan.
10. Pengorganisasian.
Menurut Permenkes no. 749a tahun 1989 tentang Rekam Medis/Medical Records, pengorganisasian dalam penyelenggaraan rekam medis berikut ini.
Pasal 17: Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan tatakerja organisasi sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 18: Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melakukan penbinaan terhadap petugas rekam medis untuk mrningkatkan keterampilan.
Pasal 19: Pengawasan terhadap penyelenggaraan rekam medis dilakukan oleh Direktur Jenderal.
Dalam penyelenggaran rekam medis di rumah sakit, terdapat kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Penerimaan pasien.
b. Pencatatan.
c. Pengelolaan data medis.
d. Penyimpanan rekam medis.
e. Pengambilan kembali rekam medis (retrival).
f. Pembinaan dan pengawasan.
Direktur rumah sakit wajib
a. Melakukan pembinaan terhadap petugas yang berkaitan dengan rekam medis serta pengetahuan dan keterampilan mereka.
b. Membuat prosedur kerja tetap penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit masing-masing.
c. Di dalam melakukan pembinaan dan pengawasan Direktur Rumah Sakit dapat membentuk dan atau dibantu Komite Rekam Medis.
Sanksi, menurut Permenkes no. 749a tahun 1989 tentang Rekam Medis/Medical Records, pada pasal 20 disebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi administratif dimulai dari teguran lisan sampai pencabutan izin.
11. Pelepasan informasi data rekam medis
Peminjaman rekam medis untuk keperluan pembuatan makalah, riset, dan lain-lain oleh seorang dokter/tenaga kesehatan lainnya sebaiknya dikerjakan di kantor rekam medis. Mahasiswa kedokteran dapat meminjam rekam medis jika dapat menunjukkan surat pengantar dari dokter ruangan. Dalam hal pasien mendapat perawatan lanjutan di rumah sakit/institusi lain, berkas rekam medis tidak boleh dikirimkan, akan tetapi cukup diberikan resume akhir pelayanan.
Penyampaian informasi rekam medis kepada orang atau badan yang diberi kuasa pasien, misalnya pihak asuransi yang menanggung biaya pengobatan, dipelukan surat kuasa pasien atau yang bertanggungjawab terhadap pasien tersebut (bila pasien tak kuasa membuat surat kuasa). Surat kuasa ini dapat disediakan oleh sarana kesehatan atau rumahsakit yang bersangkutan. Selanjutnya pemegang kuasa harus menunjukkan identitas diri dan kemudian harus memperoleh ijin dari pimpinan sarana kesehatan setelah disetujui oleh komite medis dan rekam medis. Untuk data sosial boleh disampaikan tanpa perlu memperoleh ijin pimpinaan sarana kesehatan.
Apabila diperlukan untuk pengadilan, maka bukti pelayanan yang terrekam dan tercatat dalam formulir rekam medis harus dianggap sebagai dokumen resmi kegiatan pemberi pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenaran isinya. Pimpinan sarana kesehatan dapat memberikan salinan rekam medisnya atas pemintaan pengadilan. Bila diminta aslinya harus ada permintaan secara tertulis dan pada saat diserahkan harus ada tanda terima dari pengadilan pada setiap lembar rekam medis yang diserahkan dengan tanda bukti penerimaan. Bila dijumpai keraguan terhadap isi DRM pengadilan dapat memerintahkan saksi ahli untuk menanyakan arti dan maksud yang terkandung di dalammya.
12. Informed consent
Khusus mengenai tindakan medis atau informed consent yang diatur dalam Permenkes no 585 tahun 1989 tentang Persetujan Tindakan Medis, disebutkan bahwa persetujan tindakan medis yang diberikan pasien atau keluarganya diberikan secara tertulis, lisan atau tindakan isyarat bila telah memperoleh informasi tentang tindakan medis yang akan diterimanya. Informasi tersebut meliputi (a) diagnosis dan alasan tindakan yang akan dilakukan, (b) kemungkinan yang terjadi apabila tindakan tersebut tak dilakukan, (c) kemungkinan yang terjadi apabila tindakan tersebut dilakukan, (d) prognosis penyakitnya, dan (e) pengobatan dan cara pengobatannya.
0 komentar:
Post a Comment